Episode 7: Permainan Api
Anya tidak terlalu dekat dengan banyak orang, tapi ia cukup nyaman berteman dengan Nancy, salah satu rekan sekamar di asrama. Nancy tipe gadis ramai, penuh cerita, dan senang membahas apa pun—terutama soal cowok.
Akhir-akhir ini, satu nama terus disebut-sebut: Yuda.
"Yuda tuh tinggi, kulitnya putih, senyum manis...""Kalau dia jadi pacarku, kayaknya aku bisa bahagia banget...""Tapi dia tuh susah banget diajak komunikasi…"
Awalnya Anya hanya mendengarkan, tersenyum datar, bahkan kadang pura-pura tidur agar tak diajak bicara. Tapi lama-lama, Nancy mulai menggunakan HP Anya untuk menghubungi Yuda, dengan alasan “biar nggak kelihatan kalau itu aku”.
Anya diam saja. Toh tidak penting baginya. Ia pikir Nancy hanya sedang terobsesi.
Sampai suatu malam, sebuah pesan pendek masuk ke HP-nya.
“Tolong jangan ganggu saya lagi. Saya muak. Jangan nyari-nyari perhatian!”
Pesan itu singkat. Kasar. Dingin. Tapi menyakitkan.
Anya menatap layar ponsel itu cukup lama, dadanya sesak. Ia tidak pernah mengirim satu pesan pun ke Yuda. Ia bahkan tidak tahu siapa laki-laki itu, wajahnya pun tak pernah ia lihat.
Kenapa aku yang dibentak? Kenapa aku yang harus kena akibat ulah orang lain?
Tanpa pikir panjang, Anya membalas:
“Kamu marah sama orang yang salah. Aku bahkan nggak tahu kamu siapa. Tapi kalau kamu memang laki-laki dewasa, temui aku. Buktikan kalau kamu bukan cuma bisa marah di balik layar.”
Anya tidak benar-benar berharap jawaban. Tapi dalam hatinya, luka lama terasa disentuh. Harga dirinya, yang selama ini ia jaga rapat-rapat, seperti tersentil.
Yuda tidak datang.
Tapi beberapa hari setelah itu, Yuda mulai menghubungi nomor itu lagi—menghubungi Anya.
Nada pesannya berbeda. Lembut. Penuh rasa ingin tahu.
“Maaf soal kemarin. Aku salah. Aku cuma capek terus diganggu... Tapi kamu beda ya?”
Obrolan berlanjut. Anya tidak terlalu membuka diri, tapi ia cukup cerdas untuk menyesuaikan ritme komunikasi. Yuda ternyata menarik, tidak seperti yang Nancy bayangkan, tapi punya sisi tenang dan perhatian.
Perlahan, Yuda mulai memperlihatkan ketertarikan pada Anya. Ia ingin bertemu. Ingin mengenal lebih jauh. Ingin melihat wajah di balik nomor itu.
Dan anehnya, Anya mulai berpikir:
“Kenapa tidak?”“Dia yang menjodoh-jodohkan kami, kan?”“Sekarang aku buat dia benar-benar kehilangan kesempatan.”
Anya tahu, Nancy menyukai Yuda. Tapi ia juga tahu Nancy tidak pernah jujur tentang perasaannya sendiri. Yang dilakukan Nancy hanya bermain-main. Menjadikan Anya sebagai jembatan. Dan jembatan, menurut Anya, tidak pantas diinjak tanpa tujuan.
Anya tidak benar-benar ingin mencintai siapa pun. Tapi di balik luka yang masih membekas, ada satu sudut dalam dirinya yang ingin merasa menang. Bukan atas Yuda. Tapi atas Nancy. Atas semua orang yang membuatnya jadi pelarian.
“Kalau dia memang tertarik padaku, akan kupermainkan permainan ini. Biar Nancy tahu rasa.”
Episode ini bukan soal cinta.
Ini soal keinginan Anya membalas, walau hanya sedikit

Tidak ada komentar: